Cara Mengajarkan Anak Berani Berkata Tidak Saat Dibully 

Begini 5 Cara Mengajarkan Anak Berani Berkata Tidak Saat Dibully 

Posted on

Mengajarkan anak berani berkata tidak saat dibully adalah hal yang bisa cukup menyulitkan para orang tua. Di satu sisi, orang tua ingin anaknya bisa membela diri namun juga tidak ingin anaknya jadi cenderung kasar atau bahkan jadi pelaku perundungan. Salah mengajari, bisa jadi anak mengalami kesulitan bergaul. 

Bagaimana Cara Mengajarkan Anak Berani Berkata Tidak Saat Dibully? 

Apabila orang tua sudah memiliki referensi, mungkin untuk mengajarkan anak berani berkata tidak saat dibully bukan lagi hal yang sulit. Hanya saja diperlukan perhatian dan konsistensi agar anak bisa berperilaku sesuai harapan dan mampu membetengi diri dari bullying yang masih sering terjadi di masyarakat kita. Lantas apa saja langkah yang bisa diambil oleh para orang tua? 

1. Ajarkan tentang Batasan Diri kepada Anak 

Sejak awal, orang tua perlu mengajarkan tentang apa itu batasan diri yang sehat pada anak-anaknya. Untuk anak yang masih kecil, tentu saja cara yang bisa dilakukan adalah dengan menjelaskan secara sederhana dan menggunakan kata-kata atau bahasa yang bisa dipahami oleh anak. Batasan diri ini membuat anak paham akan norma dan nilai yang berlaku, bagaimana mereka menjaga diri serta menghargai diri sendiri maupun orang lain. 

Sebagai contoh, orang tua bisa menjelaskan saat ada orang tak dikenal yang mengajak pergi dengan iming-iming hadiah, maka anak harus bisa menolak dan mencari perlindungan. Dengan demikian, anak akan lebih terhindar dari bullying seksual dan segera lari ke ruang guru atau tempat aman lainnya. Selain itu, orang tua juga bisa mengenalkan batasan tentang bagian-bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain.  

2. Ajarkan tentang Konsep Persetujuan 

Konsep persetujuan memungkinkan anak untuk menghormati orang lain yang mengatakan “tidak” padanya. Sebaliknya, saat anak mengatakan “tidak” kepada orang lain, maka orang lain juga harus menghormati. Saat orang lain bertindak di luar konsep ini, maka anak bisa mulai melindungi diri. 

Nah, orang tua bisa mengajarkan konsep persetujuan ini kepada anak. Caranya adalah dengan menjelaskan secara sederhana, bahwa persetujuan berlaku dua arah. Sebagai bantuan, orang tua juga bisa menggunakan contoh sederhana yang terjadi di rumah atau dalam lingkup keluarga terlebih dahulu. 

Contohnya, ketika anak sedang asik memainkan robot kesayangannya, ayah bisa mencoba untuk meminjam mainan tersebut dengan bertanya “Boleh tidak pinjam robotnya sebentar?” Apabila anak menjawab tidak, maka ayah harus menghormati ketidaksetujuan anak. Latih hingga anak juga meminta persetujuan pada orang tua saat ingin melakukan sesuatu, yang artinya ia sudah paham tentang konsep persetujuan. 

3. Ajak Anak Bermain Peran 

Orang tua bisa mengajak anak untuk bermain peran dengan contoh-contoh konkret untuk mengajarkan batasan diri dan persetujuan. Melalui skenario tertentu, orang tua bisa memberi contoh tentang apa saja batasan diri yang sehat. Jelaskan pula kepada anak kapan ia boleh mengatakan “tidak” baik itu disertai penjelasan atau percakapan lanjutan atau tidak.  

Selain bermain peran, orang tua juga bisa menggunakan video atau film untuk kemudian dibahas bersama. Dari sini, orang tua juga bisa mulai menerapkan batasan, misalnya antara orangtua dan anak. Orang tua bisa memberikan contoh yang baik untuk anak. 

4. Ajarkan Anak untuk Berani Mengikuti Intuisi 

Intuisi atau naluri yang sudah disiapkan juga dapat membantu anak untuk memahami batasan diri. Untuk itu, ajarkan anak agar lebih berani dalam mengikuti intuisi agar dapat menghormati, melindungi diri dan orang lain. Ingat bahwa kata “tidak” bukan berarti anak bebas menolak dan boleh melakukan apapun yang ia mau bukan?  

Biarkan anak untuk mengatakan “tidak” pada orang, kegiatan atau kondisi yang membuatnya merasa tidak nyaman atau tidak aman. Semakin anak memahami dan mengikuti intuisinya, maka semakin besar pula potensinya untuk memahami tentang batasan diri dan bagaimana melindungi diri. 

5. Ajarkan Tindakan Protektif pada Anak 

Pastikan pula setelah Anda berhasil mengajarkan tentang batasan diri dan konsep persetujuan, berikutnya ajarkan tindakan protektif sesuai usianya. Dalam hal ini, mengatakan “tidak” adalah menjadi bentuk awal dari tindakan protektif oleh anak. Lebih jauh, Anda mungkin perlu mengajarkan tindakan yang lebih. 

Dalam hal ini, orang tua bisa mengajarkan tindakan protektif seperti berteriak, minta tolong, menampar, menendang saat ada orang yang mengancam keselamatan dirinya. Lebih lanjut, orang tua juga bisa memberitahukan anak kepada siapa saja ia bisa minta bantuan, misalnya kepada guru atau petugas keamanan. Dengan demikian, kemungkinan anak untuk selamat dari tindakan bullying mungkin akan lebih tinggi. 

Kesimpulan 

Demikian beberapa cara untuk mengajarkan anak berani berkata tidak saat dibully yang bisa mulai diterapkan oleh para orang tua. Harus diakui bahwa tindak bullying masih menjadi salah satu ancaman paling nyata terhadap anak seiring pertumbuhan usianya. Apabila anak berubah jadi terlihat takut berlebihan atau perubahan perilaku lainnya, sebaiknya segera konsultasi dengan psikolog 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *